Menimang Bulan dan Bualan


[Tentang perselingkuhan dan ‘puber kedua’]

Mereka meramu sebelas bulan, meludahi semestanya yang hitam dan kadang merah. Tersisalah sebulan. Mereka meletakannya di punuk. Ia terhisap kemudian menari seperti burung-burung yang hinggap di bahu Santo Fransiskus Asisi[1]. Bulan itu kelak meradang karena menjadi satu-satunya yang terrisak; satu-satunya waktu ketika mereka tak merindukan sesama. Mereka telah jatuh cinta pada keliaran yang aus dimakan usia, tak ubahnya pucuk tiang bendera yang bosan kepada hujan.

Menimang bulan dan bualan cinta mereka, tak sedialah aku tunduk pada syarat-syarat mencintai. Atau aku akan jadi fasis dan turun adab.

[1] Frasa Milan Kundera dalam The Unbearable Lightness of Being

Featured image diperoleh dari www.pexels.com

Leave a comment